Kamis, 21 Oktober 2010

[Warta 4 Katong] Anto dan Dompet Terakhir Isterinya

Warta 4 Katong has posted a new item, 'Anto dan Dompet Terakhir Isterinya'

Setelah beberapa hari hujan, siang itu matahari bersinar angkuh di atas langit
Kota Wasior. Panas membara bertambah sempurna dengan beterbangannya debu-debu
sisa lumpur basah yang menghempas kasar ke setiap wajah manusia di kota itu.

Sisa-sisa penduduk yang masih menghuni Wasior pun menyingkir dari terpaan terik
mentari, bersembunyi dalam rengkuhan bayangan pepohonan dan dinginnya tembok
rumah.

Tapi Irwanto masih berdiri di sebuah lahan besar tidak jauh dari Bandara
Perintis Wasior. Lelaki berusia 30 tahun ini mematung di situ, tepat di bawah
pijaran si raja siang dan tidak memedulikan cahaya terik yang bisa membakar
ubun-ubun kepala.

Dengan bercelana pendek, bersendal jepit, berkaus lusuh dan dengan lingkaran
hitam di bawah mata tanda tidak tidur semalaman, lelaki yang akrab dipanggil
Anto itu menatap sendu kantung mayat bewarna kuning di hadapannya.

Beberapa orang berseliweran di dekat kantung mayat yang masih terbungkus rapi
itu.

Anto tidak mengenali mereka, hanya dari seragamnya Anto tahu mereka adalah
relawan yang baru saja menemukan jenazah di bawah puing-puing bangunan di
jantung Kota Wasior. Beberapa relawan membuka kantung mayat itu dan minta Anto
mengenali jenazah perempuan di dalamnya.

Anto lalu merunduk untuk melihat arah raga tidak bernyawa yang sudah membusuk
dan menghitam, sulit pula dikenali  karena terlalu lama terkubur di dalam
lumpur.

Sungguhpun demikian, dari corak kain celana di tubuh kaku itu Anto mengenalinya
sebagai Irawati (25), isterinya yang menghilang setelah banjir bandang
menghantam kota mereka pada Senin, 4 Oktober lalu.

Cincin yang melingkar di jari manis dan kalung emas di leher jenazah perempuan
itu memperkuat keyakinan Anto bahwa itu adalah jenazah isterinya. Ia lalu
terisak sendu. Bulir-bulir air matanya mengembang, hatinya pilu.

Sejenak kemudian, relawan dari Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan Bulan Sabit Merah
Indonesia mulai menggali tanah untuk memakamkan jenazah Irawati, tepat di
samping sebuah kuburan kecil dengan nisan darurat bertuliskan nama Luthfi
berusia 19 bulan, anak semata wayang Irwanto.

Pemakaman sederhana itu pun mengakhiri segala penantian Anto. Isteri dan anaknya
sudah ditemukan, kendati tak lagi mampu menyapanya.

Laki-laki ini pun harus memulai hidup sebatang kara karena kedua orang tuanya
berada di Padang, Sumatera Barat, kampung halamannya.

"Cengkrama terakhir"

Anto  adalah salah seorang warga Wasior yang selamat dari gulungan banjir
bandang dan lumpur. Ia ditemukan terdampar di kawasan pelabuhan yang berjarak
sekitar 200 meter dari rumahnya, tanpa kuasa menyelamatkan anak semata wayangnya
yang terlepas dari genggamannya ketika tembok rumah mereka rubuh dan menimpa
tubuhnya.

Pada hari naas itu, dia tengah bercengkrama dengan sang bayi di peraduan. Di
luar hujan deras terus mengguyur dan air mulai menggenangi pelataran rumah.
Irawati, isterinya, sedang pergi membeli sarapan.

Anto tersentak dan segera bangkit dan menggendong menggendong bayinya,. ketika
terdengar jeritan warga sekitar rumahnya bercampur bunyi-bunyian yang menggema
akibat pergesekan batu-batu besar dan batang-batang pohon kayu yang menabrak
rumah-rumah penduduk.

Baru saja hendak keluar, tembok rumahnya tiba-tiba rubuh dan Anto bersama
bayinya terhempas dan hanyut diterpa gulungan lumpur dan air serta material
rumah.

Kini, Anto hanya bisa menyesali ketidakmampuannya menyelamatkan isteri dan anak
mereka. Apalagi ia belum sempat meminta maaf kepada sang isteri yang ia marahi
pada malam sebelum bencana tiba.

Anto mengaku marah lantaran Irawati membeli dompet seharga Rp150 ribu, padahal
beberapa hari sebelumnya sang isteri sudah membeli dompet.

"Isteri saya minta maaf dan berjanji tidak akan membeli dompet lagi. Ini dompet
terakhir," kata Anto menirukan ucapan isterinya sambil terisak.

Laki-laki ini tidak pernah bermimpi bahwa ucapan isterinya itu menjadi kenyataan
dalam arti yang jauh lebih memilukan hatinya.

"Sekarang saya merasa sangat menyesal. Jika saja isteri saya bisa hidup kembali,
saya akan membelikannya dompet sebanyak-banyaknya, berapa pun harganya,"
katanya.

Anto dan dompet terakhir isterinya merupakan satu dari sekian banyak cerita duka
dari salah satu suduh tanah Papua. sebuah negeri yang terletak di ufuk timur
Indonesia.

Anto memang tidak sendiri. Banjir bandang yang menerjang Kota Wasior menewaskan
sedikitnya 156 orang dan sekitar 155 lainnya dinyatakan hilang dan belum
ditemukan.

Sekitar 5.000 orang lainnya meninggalkan Wasior untuk mengungsi ke wilayah
tetangga seperti Manokwari dan Nabire.

Wasior pun menjadi kota mati. Ribuan rumah rusak berat bahkan ada yang rata
dengan tanah. Kalau pun ada beberapa yang masih berdiri, tidak tampak satu pun
penghuni di dalamnya.

Endapan Lumpur, bongkahan-bongkahan batu besar dan batang-batang pohon raksasa
adalah wajah kota itu sekarang. (Wuryanti Puspitasar/J007)

You may view the latest post at
http://www.antaramaluku.com/artikel/anto-dan-dompet-terakhir-isterinya

You received this e-mail because you asked to be notified when new updates are
posted.
Best regards,
ANTARA News Indonesia
john@antaramaluku.com

0 komentar:

Posting Komentar